Memahami Diri Sendiri Dan Orang Lain Dengan Memahami Struktur Pikiran

Oleh Khairil Amin Rasyid (Founder BisnisOnlineBertumbuh.com)

Perhatikan Gambar dibawah ini !

Duh, apalagi ini? 😅

Mungkin terlihat berat yah pembahasannya… Hmmmm Bisa jadi sih.. 

Yang perlu dipahami.. InsyaAllah setelah memahami materi ini, kita akan lebih mudah lagi memahami proses pengambilan keputusan di diri kita, maupun pada orang-orang sekitar kita, bahkan customer kita… Wow…

 

Ok, saya mau tanya dulu nih…

Kalau sahabat BOBers di sini scrolling….

 

Katakanlah berseluncur di IG, lalu ga sengaja, melihat

Mukena Cantik Bangeet….

Wah, kalau dipakai bakal khusyuk banget deh shalatnya, karena memakai pakaian terbaik.. Dan kita tahu dari bahannya itu nyaman banget dipakainya…

 

Kita lihat gambarnya, ada tulisan DISKON 50% + FREE ONGKIR*

*Promonya berlaku sampai Malam ini aja!

 

Kira-kira, apa respon kita?

 

Kejadiannya adalah Diskon 50% + Free Ongkir

 

Dalam pikiran kita terdapat/ memiliki filter atau saringan. Maksudnya gimana? Filter ini yang akan menjadi peta/ persepsi di pikiran kita.

Filter ini berasal dari pengalaman kita di masa lalu, nilai yang kita anut, believe/ kebenaran yang kita percayai, dan proses belajar kita selama ini.

 

Kita bahas satu perKita bahas satu per satu ya, filter ini :

 

1) Delesi, merupakan cara kerja otak untuk menghapus/ skip informasi-informasi yang ada di pikiran kita. Ini membantu kita untuk menyimpan informasi-informasi yang kita butuhkan saja. Di sisi lain, Delesi ini membantu kita untuk mempercepat keputusan kita, juga mempersingkat kalimat yang kita bicarakan. Dalam kasus di atas, untuk sahabat yang jawab “Langsung beli”, bisa jadi prosesnya adalah ketika kita melihat Promo Mukena Diskon 50% + Free Ongkir, membuat pikiran kita tidak mempertimbangkan/ skip/ men-delesi hal-hal lain.

 

Filter delesi ini-pun banyak berperan untuk membantu kita melupakan pengalaman-pengalaman yang tidak enak di masa lalu. Bayangkan jika tidak terdelesi, mau makan ingat pengalaman ini/ itu, mau kerja teringat lagi. Tentunya ini sangat mengganggu. Di sisi lain dalam percapakan, kemampuan men-delesi ini.

 

2) Distorsi, merupakan cara kerja pikiran untuk menghubung-hubungkan informasi satu dengan yang lainnya, walaupun belum tentu berkaitan/ berhubungan logis. Dalam contoh di atas, ketika kita melihat gambar mukena yang elegan/ premium, kita menghubung-hubungkan dengan shalat kita, akan menjadi khusyuk ketika menggunakan mukena premium, kita mengaitkan khusyuk dengan mukena/ pakaian yang terbaik. Contoh lain adalah iklan pasta gigi Close Up, yang mengaitkan nafas segar dengan keberhasilan membangun hubungan dengan orang yang kita inginkan (dalam iklan tersebut, adalah lawan jenis). Kalau semudah itu, tentunya kita semua cukup rajin sikat gigi agar disayang istri/ suami kita.. wwkwkwkwk..

 

3) Generalisasi, adalah kemampuan pikiran kita untuk mengambil kesamaan/ menyamakan/ menyamaratakan sesuatu berdasarkan kumpulan kejadian yang serupa. Misalnya dalam kasus di atas, sebagian sahabat BOBers menyatakan bahwa baiknya berhati-hati, karena “Umum-nya” kalau ada diskon yang terlalu besar + free ongkir, agak mencurigakan. Kata-kata umumnya, semuanya, sama saja adalah ungkapan menggeneralisasi. Kemampuan ini juga membantu kita untuk melakukan sesuatu dengan cara yang sama. Misalnya cara membuka pintu, mau pintu apa, ketika gagang pintunya berbentu L, ya tinggal gerakkan gagangnya lalu, dorong/ tarik pintunya Bayangkan kalau kita tidak menggeneralisasi “cara buka” pintu, rasanya syulit yah..

 

Dengan memahami filter pikiran ini harapannya membantu kita untuk memahami pikiran kita sendiri. Ketika kita melihat pasangan kita cemberut, kadang kita langsung menyimpulkan, “wah dia lagi BT/ marah / ga suka sama saya” (distorsi), kita bisa mengkonfirmasi ulang pikiran kita, “apa iya kalau cemerut memang sedang marah ke saya?”. Ini memudahkan kita untuk menunda mengambil kesimpulan dan mencoba menanyakan kepada pasangan kita, sehingga tidak salah dalam bertindak.

Di gambar di atas kita lihat, ada hubungan saling mempengaruhi antara :

  1. Filter Pikiran mempengaruhi Pikiran/ Internal Representation (IR) 
  2. Pikiran/ Internal Representation (IR) saling mempengaruhi dengan State / Perasaan/ Emosi
  3. Fisiologi / Kondisi Fisik saling mempengaruhi dengan State / Perasaan/ Emosi

 

Apa lagi ini? 😅😅

 

Sederhananya begini, 

Dari filter pikiran ini mempengaruhi pikiran kita/ Internal Representasi (IR) . Internal Representasi (IR) merupakan gambaran ulang dari apa yang kejadian yang kita inderai (lihat, dengar, sentuh), kata dasar Internal Representasi jika kita artikan terdiri dari Internal : Dalam, Re : mengulang, Presentasi : menampilkan – – -> Perwujudan ulang/ persepsi. Dari contoh kasus Diskon 50% dan Free Ongkir di atas, ketika filter kita meng-generalisir “umumnya, kalau ada yang diskon terlalu besar dari biasanya, patut dicurigai”, akhirnya kita menggambarkan ulang “Ada yang patut dicurigai”, akhirnya timbul perasaan “Khawatir/ Takut Ditipu”. Contoh lainnya, misalnya pasangan kita berbuat salah, katakanlah lupa akan hari ulang tahun kita. Misalnya, kita menghilangkan kebaikan pasangan kita yang lainnya (men-delesi), lalu kita berpikir (IR) Oh, dia sudah ga peduli sama aku (Distorsi), akhirnya kita kesal dan kecewa (Perasaan/ Emosi/ State).

 

Bisa juga Perasaan/ Emosi / State ini juga mempengaruhi Pikiran/ IR kita. Kita ambil kasus di atas ya, kesal (Perasaan/ State) dengan pasangan kita akhirnya kita mengambil kesimpulan, dia sudah peduli sama Aku (Pikiran/ IR).

 

Kondisi Fisik-pun (Fisiologis) saling mempengaruhi dengan Perasaan. Kondisi fisik ini maksudnya bisa berupa keadaan fisik kita, fit atau tidak, bisa juga gerakan tertentu. Misalnya, saat kita marah, kita diperintahkan Rasulullah SAW untuk duduk, jika tidak juga reda kita diminta untuk berbaring, jika tidak juga reda kita diminta untuk berwudhu dan shalat. Dalam contoh ini setiap gerakan tentunya mempengaruhi perasaan kita, akhirnya mencegah kita untuk berbuat yang tidak diinginkan/ seharusnya kita lakukan. 

Untuk membuktikannya, kita mencoba melakukan hal ini :

 

  1. Coba berdiri dengan tegap, lalu tersenyum, lalu kepala hadapkan ke atas (coba ya).. Lalu bayangkan hal-hal atau kejadian yang sedih. Kira-kira bisa? kalaupun bisa tentunya tidak mudah, karena fisiologis / kondisi fisik kita tidak mendukung munculnya perasaan sedih, gerakan tegap, tersenyum, biasanya dilakukan saat? senang bukan?

 

  1. Coba pejamkan mata kita. Lalu bayangkan, mangga yang masih muda, kedondong, jambu, dan jeruk asam. Bayangkan, satu persatu potongan mangga muda dicocolkan ke sambal rujak. Bayangkan… Lalu dimasukkan ke dalam mulut kita, lalu kunyah. Rasakan rasa kecutnya. Gimana? berasa ada air liur yang lebih banyak dari sebelumnya? Ini yang dimaksud dengan perasaan mempengaruhi kondisi fisik.

Perasaan Mempengaruhi Perilaku/ Action. 

Tentunya sudah keseharian kita, kalau kita mengomel biasanya perasaan kita sedang marah, ketika kita tertawa biasanya perasaan kita sedang bahagia/ senang. Perasaan dalam kajian Neuro Lingiustic Programming (NLP) disebut dengan juga dengan state of mind. Kadang buat orang “mood-mood-an”, perasaannya sangat berpengaruh pada perilakunya, sayangnya jika diteruskan akan terakumulasi pada hasil. Tentunya kalau kita ingin mencapai sesuatu, kita perlu menjaga perasaan kita agar tetap semangat.

Kesimpulan

Kejadian yang terjadi pada kita diterima oleh panca indera kita (lihat/ dengar/ sentuh/ rasa/ bau), lalu otak kita memfilternya, lalu akhirnya kita membuat persepsi tertentu, lalu mempengaruhi perasaan, akhirnya mempengaruhi perilaku kita, lalu berpengaruh pada hasil.

Bagaimana Mempraktekkannya?

 

  1. Untuk Diri Kita

Ada dua pembelajaran dari memahami struktur pikiran ini, yakni :

Pertama, Penting sekali untuk mengkonsumsi informasi-informasi yang memberdayakan, menyemangati, menginspirasi, dan memberikan dampak positi bagi kita. Ini akan mempengaruhi cara pandang kita, tentunya akan berdampak pada keputusan-keputusan yang kita ambil.

Kedua, Kita perlu memegang kendali atas perasaan kita, caranya bagaimana? pilih pikiran-pikiran yang memberdayakan. Ketika kita sedang tidak mood, tentunya kalau kita pertahankan perasaan tersebut, kira-kira ujungnya gimana? hasilnya tidak baik. Tentunya kita membutuhkan perasaan semangat misalnya yah. Maka coba hadirnya perasaan itu, caranya? gunakan pikiran kita, misalnya dengan membayangkan orang tua kita (di beberapa kasus sangat efektif), mimpi-mimpi kita saat tercapai, rasakan emosinya, lalu perkuat, jadikan Action! atau kita juga bisa menghadirkan pikiran akan permasalahan yang akan kita hadapi ketika kita tidak action, misalnya kalau saya membiarkan mood saya turun, maka utang saya tidak akan terbayar, kuatkan intensitasnya, lalu jadikan semangat untuk action.

Ketiga, Urutkan cara berpikirnya.. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka perlu perilaku/ action yang tepat, untuk Action yang tepat membutuhkan Perasaan yang tepat, Agar memiliki perasaan yang tepat, maka memerlukan pikiran yang tepat. Ini yang dikatakan Jaga Niat.



  1. Untuk Menjaga Hubungan Baik Kita dengan Orang Lain Di Sekitar Kita

Pertama, Hadirkan pikiran yang baik untuk mengasilkan perasaan yang baik, hadirkan perasaan yang baik untuk menghasilkan perilaku yang baik. Kita diajarkan untuk berprasangka baik / husnudzon (pikiran baik), agar perasaan kitapun baik, akhirnya perilaku kita dengan orang lainpun baik.

Kedua, ketika kita mengadapi situasi perasaan yang tidak baik terhadap orang lain, maka perlu berpikir yang baik, jika tidak bisa, maka buat gerakan / fisiologis yang mendukung perasaan yang dibutuhkan. Misalnya tadi ketika marah, maka kita diperintahkan Rasululllah SAW untuk duduk, jika masih marah maka berbaring, dst. Bisa juga mundur beberapa langkah lalu ambil nafas dalam-dalam, lalu atur nafas (perbaiki kondisi fisiologis), lalu hadirkan pikiran yang baik dan emosi yang baik.

 

  1. Kegiatan Bisnis

Pertama, Dalam bisnis tentunya kita punya visi tertentu. Agar tim mengikuti visi kita, maka hadirkan pikiran yang mendukung perasaan mereka dan pada akhirnya mengasilkan perilaku yang mengarah pada visi kita. Dalam budaya Inovasi disebut dengan Tanamkan Asumsi yang sesuai visi perusahaan. Contoh kasusnya adalah Zappos, yang memiliki visi yakni memberikan kebahagiaan kepada pelangan, karyawan, dan pemasok. Ada kasus dimana karyawannya ketika dihadapkan oleh konsumen yang menanyakan produk yang ingin dibeli, lalu tidak ada stoknya di Zappos. Karyawan tersebut merekomendasikan produk yang sama ke kompetitor, ini untuk memegang teguh visi tersebut. Dampaknya? tentunya loyatas konsumen.

Kedua, Dalam proses marketing ataupun branding, kita bisa menggunakan filter pikiran untuk membangun pikiran untuk membeli di benak konsumen. Contohnya, misalnya kita jual donat kukus, lalu kita bisa membranding mengasosiasikan (distorsi) dengan donat kukus dengan kesehatan. Kenapa? Karena tidak digoreng, artinya tidak berminyak. Akhirnya konsumen berpikir, bahwa donat kukus termasuk makanan yang sehat.

 

Demikian materi panjang ini.. 

Semoga bermanfaat..

Dibaca lagi ya.. Lalu dipraktekkan. Semoga bermanfaat. Barakallah fiikum…

Sampai Jumpa di Artikel selanjutnya !